jangan jual agamamu versi ridho setiawan's blog
Jangan Jual Agamamu
Pagi itu, aku sedang berada ditoko milik
bibiku. Aku diamanahkan untuk menjaga toko miliknya, dikarenakan beliau akan
pergi belanja beberapa baju yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu. Selepas mandi,
dan berpakaian dengan rapi, aku arahkan kaki ini menuju keparkiran motor yang
terletak tidak jauh dari belakang rumah, dengan maksud hendak memanaskan mesin
motor dan bergegas menuju ketoko pakayan milik bibiku ini.
Sesampainya ditoko bibiku, aku bergegas
menuju kepintu dan membukanya. Mata ini langsung tertuju kepada sebuah kursi
dan meja yang diatasnya telah disediakan satu buah laptop lengkap dengan
printer sebagai sarana pembayaran listrik bagi masyarakat yang tidak ingin
membayar dengan jarak jauh.
Akupun duduk dikursi tersebut, sembari
mengeluarkan hand phone, memeriksa apakah ada informasi baru, khususnya terkait
dengan Maba IAIN Raden Intan Lampung. Aku mulai memeriksa beranda Facebook ku,
dan benar sekali pada saat itu ada informasi terkait Um – Lokal, dan letak
lokasinya.
Setelah selesai membaca informasi
tersebut dan membagikannya, aku tersentak dan terdiam, ketika membaca salah
satu postingan dari kader dakwah IAIN Raden Intan bandar lampung. Cerita yang menginspirasi bagi ummat muslim,
lebih – lebih untuk diri ini yang masih terlalu dangkal dalam pengamalan ajaran
agama.
Dikisahkan SEORANG imam masjid di London Inggris biasa naik bus
untuk bepergian. Kadang-kadang ia membayar ongkosnya langsung pada sopir bus
(bukan kondektur).
Suatu kali ia membayar ongkos bus, lalu segera
duduk setelah menerima kembalian dari sopir.
Setelah dia hitung, ternyata uang kembalian
dari sopir ada kelebihan 20 sen. Ada niatan sang imam untuk mengembalikan sisa
kembaliannya itu karena memang bukan haknya. Namun, terlintas pula dalam
benaknya untuk tidak mengembalikannya, toh hanya uang receh yang tak begitu bernilai.
Umumnya
orang juga tak ambil pusing dalam hal begini. Lagi pula, berapa sen pula yang
didapat sang sopir karena sisa pembayaran penumpang yang tidak dikembalikan
oleh kebanyakan sopir karena hanya receh, artinya sopir tidak rugi kalau ia
tidak mengembalikan receh 20 sen itu.
Bus berhenti di halte pemberhentian sang imam. Tiba-tiba sang
imam berhenti sejenak sebelum keluar dari bus, sembari menyerahkan uang 20 sen
kepada sopir dan berkata, “Ini uang Anda, kembalian Anda ada kelebihan 20 sen
yang bukan hak saya.”
Sang sopir mengambilnya dengan tersenyum dan berkata, “Bukankah
Anda imam baru di kota ini? Saya sudah lama berpikir untuk mendatangi Masjid
Anda demi mengenal lebih jauh tentang Islam, maka sengaja saya menguji Anda
dengan kelebihan uang kembalian tersebut. Saya ingin tahu sikap Anda.”
Saat sang imam turun dari bus, kedua lututnya terasa lemas dan
hampir jatuh ke tanah, hingga ia berpegangan pada tiang yang dekat dengannya
dan bersandar.
Pandangannya menatap ke langit dan berkata, “Ya Allah, hampir
saja saya menjual Islam hanya dengan 20 sen saja.” (al-Brithani wa amaanatul
Imam, Ahmad Khalid al-Utaiby).
Maka berdakwah tak hanya dengan dalil, tapi juga dengan akhlak,
agar jangan sampai orang-orang menjauh dari Islam karena perilaku kita yang
justru tak sejalan dengan apa yang Islam gariskan.
Teman – teman semua, bukankah Nabi Muhammad Saw diutus kemuka
bumi ini untuk menyempunakan akhlak manusia ?. sebagaimana sabdanya “
sesungguhnya, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia “ ( hr. Ahmad
).
Bukankah rasulullah saw pernah ditanya pula oleh sahabatnya. “
Apakah hakikat agama? ”
Beliau menjawab, “ Akhlak Mulia “.
Beliau juga pernah ditanya, “ apakah hakikat kemalangan ?”.
Beliau menjawab, “ Akhlak yang buruk “. ( hr. Ahmad ).
Teman – teman semua, sudah sepatutnya kita menjaga akhlak kita
dari hal – hal yang dapat merampasnya. Sekiranya akhlak itu dapat di ibaratkan
dengan otak manusia, maka apa artinya manusia yang mempunyai otak jika tidak
berfikir, apa artinya manusia jika ia tidak memiliki akhlak. Ia akan terkekang
dan di perbudak oleh hawa nafsunya. Naudzubillah min salik.
Semoga allah menganugerahkan kepada kita kefahaman dalam agama,
Aamiin.
Wawllahu’alam bishowab.
0 Response to "jangan jual agamamu versi ridho setiawan's blog"
Post a Comment