makalah sejarah peradaban bangsa mongol
Daftar Isi
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………………………. 3
·
Latar
Belakang …………………………………………………………..3
·
Rumusan
masalah ………………………………………………………......3
·
Tujuan ………………………………………………………….3
BAB
II PEMBAHASAN………………………………………………….
4
A.
Dinasti
Mughal ( 1526 – 1858 ) …………………………………………….4
B.
Faktor
– Faktor Keberhasilan ……………………………………………….7
C.
Sebab
– Sebab Surutnya Peradaban…………………………………………8
D.
Kerajaan safawi …………………………………………………………….10
E.
Kemunduran dan kehancuran kerajaan syafawi (keruntuhan)………………14
BAB III PENUTUP……………………………………………………………….
15
·
KESIMPULAN…………………………………………………………15
·
ANALISIS………………………………………………………………15
·
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Setiap
bangsa pastilah memiliki sejarah masa lalunya, beserta hasil beradaban pada
masa itu. Sebagaimana dengan peradaban-peradaban di dunia, Bangsa Mongol dan
shafiyah pun memiliki kekayaan sejarah dan kebudayaan yang tidak ternilai
sumbangannya terhadap peradaban dunia, pada umumnya dan Islam pada khususnya.
dalam
khazanah pengetahuan sejarah, Bangsa Mongol mulai muncul pada akhir abad XII
dan awal abad XIII yang mampu menjadi kerajaan islam yang berkembang dengan
pesat serta tata tertib politik yang baik. .
Menurut Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Masa Mongol dalam sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M sampai masuknya tentara Usmani ke Mesir kemudian menguasai Afrika Utara, Jazirah Arab, Siria pada tahun 1517 M di bawah pimpinan Sultan Salim.
Begitu luas kekuasaan Bangsa Mongol, yang kurang lebih tiga abad menguasai sebagian besar daratan Asia dan Eropa sebelum dan sesudah bersentuhan dengan Islam. Oleh sebab itu, penulis akan membatasi dalam makalah ini yaitu mengkaji fakta-fakta yang terjadi di tengah-tengah dinasti-dinasti Islam keturunan Chengis; Chaghtai, Golden Horde,dan Ilkhan.
Menurut Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Masa Mongol dalam sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M sampai masuknya tentara Usmani ke Mesir kemudian menguasai Afrika Utara, Jazirah Arab, Siria pada tahun 1517 M di bawah pimpinan Sultan Salim.
Begitu luas kekuasaan Bangsa Mongol, yang kurang lebih tiga abad menguasai sebagian besar daratan Asia dan Eropa sebelum dan sesudah bersentuhan dengan Islam. Oleh sebab itu, penulis akan membatasi dalam makalah ini yaitu mengkaji fakta-fakta yang terjadi di tengah-tengah dinasti-dinasti Islam keturunan Chengis; Chaghtai, Golden Horde,dan Ilkhan.
B.
Rumusan
Masalah.
1.
Bagaimana
perkembangan Bangsa Monggol dan shafiyah ?
2.
Apa
saja factor yang memengaruhi keruntuhan Bangsa Mongol ?
3.
Apa
saja kelebihan bangsa Mongol ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui perkembangan Bangsa Monggol.
2.
Untuk
mengetahui factor yang memengaruhi keruntuhan bangsa monggol dan shafiyah.
3.
Untuk
mengetahui kelebihan bangsa Monggol.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dinasti
Mughal ( 1526 – 1858 )
Dinasti mesin serbuk
yang termuda adalah Dinasti Mughal. Dinasti Mughal sendiri bukanlah penguasa
Islam pertama di anak benua India. Sebelumnya kekuasaan Bani Umayyah pada era
Al – Walid pernah menaklukkan anak benua India, kemudian pada era
desentralisasi Abbasiyah, dinasti Ghazwaniah dapat menaklukkan kerajaan –
kerajaan Hindu di India dan melakukan islamisasi.[1]
Setelah runtuhnya dinasti Ghazwaniyah, muncul dinasti –dinasti
kecil seperti dinasti Mamluk ( 1206 – 1290 M),dinasti Khalji ( 1296 – 1316 M )
serta dinasti tugluk ( 1320 – 1412 M ). Pada tahun 1482 M Zhiruddin Babur
mendirikan dinasti Mughal dengan Delhi sebagai ibu kota Negara.
Wilayah dinasti Mughal meliputi anak benua India dan meluas hingga
Kabul ( Afghanistan ), Kashmir dan sekitarnya. Pusat pemerintahan berada di
Delhi. Dinasti Mughal berasal dari tentara nomadik ( penjelajah ) dari
Afghanistan sehingga wajar jika pemerinahan dijalankan oleh elit militer dan
politisi.
Dinasti Mughal didirikan oleh Sultan Babur. Tantangan dari raja –
raja Hindu india begitu banyak tetapi kekuatan Sultan Babur dapat mengalahkan
dengan kemenagan yang gemilang. Penerusnya Sultan Humayun putra sulung Babur
dan kemudian cucunya yaitu sultan akbar.[2]
Sultan Akbar tergolong sultan yang kuat sehingga dapat menetralisir
kegoncongan social politk dalam negeri. Jika Turki Usmani diibaratkan seperti
mesin perang,[3]
maka dinasti Mughal memilii jiwa militer pengembara dan penakluk yang kuat
sehingga mampu melakukan ekspansi hingga menguasai Gujarat, Kashmir, Bengal
Ahmadnagar dan daerah – daerah penting di India. Sultan Akbar Nampak mewarisi
kebesaran kakeknya, sultan Babur dan leluhurnya, Timur Lenk.
Bahkan gaya militer Timur Lenk masih mengalir di dalam tubuh sultan
Akbar sehingga pemerintahan Delhi bercorak Militeristik.[4] Selama
memerintah, kemajuan ekonomi, politik dan militer dapat dicapai dan
dipertahankan.
Bahkan sultan – sultan sesudahnya ikut menikmati hasil jerih payah
perjuangan sultan Akbar,yaitu Sultan Jehangir ( bergelar Sultan Nurudin ), syeh
Jihan ( bergelar sultan Syihabuddin ) dan sultan Aurangzeb ( bergelar Sultan
Muhyiddin ). Ketiga sultan ini masih dapat mempertahankan kejayaan dinasti
Mughal. Aurangzeb lebih menekankan Islamisasi puritan, hal ini berbeda dengan
saudaranya Dara Sikhoh yang lebih berpetualang diluar roda pemerintahan dengan
upaya – upaya sinkretisasi islam – hindu.
Peradaban mulai surut pada masa Bahadur Syah ( Muazam ), Azimus
Syah, Jihandar Syah, Farukh Syah hingga terjadi disentegrasi pada era Muhammad
Syah. Disintegrasi ini ditandai dengan banyaknya pemerintah daerah yang sudah
tidak loyal lagi kepada pemerintahan pusat di Delhi. Para pedagang Eropa mulai
memasuki wilayah pantai. Hal ini berlanjut pada masa sultan Ahmad Syah,
Alamghir II hingga mughal secara de facto dikuasai orang – orang Afghanistan
pada era syah Alam.
Walaupun gelar sultan tetap ada pada syah Alam namun praktis
pemerintahan dikendalikan oleh orang – orang Afghan. Peperangan dengan tentara
Inggris terjadi yang berakhir dengan perjanjian damai dan bahkan Inggris
membantu Syah Alam merebut kembali kota – kota yang direbut oleh persekutuan
Hindu – Sikh.
Hubungan harmonis dengan Inggris dilanjutkan sultan Akbar II tetapi
sultan penggantinya,Bahadur Syah sengaja berani menentang perusahaan dan kongsi
dagang asing di India. Hal ini didukung oleh rakyat Hindu dan Islam sebagai
symbol perlawanan kepada bangsa asing dan sekaligus symbol semangat
nasionalisme India. Tetapi beberapa raja – raja kecil dari kalangan Hindu dan
Islam yang Opurtunis membantu Inggris menaklukkan Bahadur syah dan Syeh Jehan
yang menciptakan bangunan peradaban bersejarah, Taj Mahal, Masjid Delhi dan
Istana Lahore.
Berbeda dengan fenomena historis era Khilafah tinggi yang
sering menjadi kalangan fuqaha ( Ahli fiqih ) sebagai legimitator penguasa dan shufi
sebagai oposan, pada era Mughal ini justru oposisi pemerintahan adalah kalangan
fuqaha ( ahli fiqih ) sementara penasihat dan legitimator pemerintah dalam urusan – urusan keagamaan
justru kaum shufi. Hal ini terjadi karena kaum shufi era dinasti Mughal dianggap
lebih adaptif dan kompromis terhadap kebudayaan lokal dibanding kaum fuqaha
yang sering menghakimi dengan jargon – jargon yang tidak kompromis.
Sikap dinasti Mughal yang
adaptif, kompromis dan toleran menyebabkan dinasti Islam ini didukung oleh
masyarakat Hindu, hingga akhirnya jatuh ketangan Inggris tahun 1857 M karena lemahnya militer dan
persenjataan.
Etika militer dan adaptasi kultural yang dibangun te nyata tidak
dibarengi dengan managemen sehingga etos militer yang kuat tidak dapat
menandingi kekuatan militer Inggris yang ditopang sains dan teknologi militer
yang mencukupi.
Namun karena managemen sains dan teknologi militer lemah,dinsti
mughal akhirnya dapat ditaklukan oleh inggris. Sultan Bahadur Syah Zafar yang
gemar puisi dan sastra tidak memiliki ketegaran sebagaimana para pendahulunya
sehingga dengan mudah diasingkan ke Rangon hingga meninggal dunia. Akhirnya
dinasti Mughal ditandai dengan masuknya imperialisme Inggris ditanah Hindustan.
B.
Faktor
– Faktor Keberhasilan
Keberhasilan
dinasti – dinasti mesin serbuk dalam membangun peradaban sangat dipengaruhi
oleh etika kebangsaan yang berbasis pilar teologi,kebudayaan,
psikologis,politik dan sebagainya.
Dari prespektif
teologis,dakwah merupakan kewajiban ummat Islam untuk mengembangkan ajaran baik
dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dari sisi kebudayaan, kultur masyarakat
yang kuat, baik secara militer maupun perekonomian ditunjang letak Geografis
yang menjadi pusat jalur perdagangan dunia menyebabkan sikap bangga atas
nasionalitas yang dimilikinya sehingga sikap kebanggaan itu diaktualisasikan
dalam pertahanan diri maupun pengembangan Teritorial.Adapun secara psikis,
sikap elit pemerintah yang kuat secara militer maupun ekonomi memunculkan
hasrat untuk menjadi imperium karena memiliki kekuatan militer yang tangguh.[5]
Secara politik
diakui bahwa kejayaan peradaban adalah milik ummat Islam sebagaimana terjadi
diera Abassiyah. kejayaan itu hilang diporak – porandakan oleh pasukan Hulagu
dan Mongol.[6]
Desentralisasi
adalah era dimana ummat Islam terpecah
dalam berbagai dinasti – diansti kecil yang dipimpin oleh sultan – sultan
local. Era desentralisasi sekaligus juga menandakan menyurutnya peradaban Islam
pasca jatuhnya Baghdad ( dinasti Abbasiyah )[7].
Keberhasilan –
keberhasilan Dinasti – dinasti mesin serbuk juga tidak terlepas dari manajemen
politik pemerintahan, ketangguhan militer, dukungan masyarakat Agraria ( petani
),adanya adaptasi cultural ( di Mughal ) dan yang lebih penting lagi adalah
ditopang oleh kekuatan ekonomi yang kuat yaitu pertanian dan perdagangan.
C.
Sebab
– Sebab Surutnya Peradaban
Akhir era
dinasti serbuk merupakan masa dimana peradaban islam mulai memudar lagi. Secara
poitik, kekuasaan dan kekuatan yang ada tidak mampu menandingi pesaing –
pesaing kuat dari Imperium Inggris, Perancis dan Portugal.
Indikasi
kemunduran politik terlihat ketika dinasti Shafawi ditinggalkan pasukan budak
pendukungnya, disentralisasi pada
dinasti Usmani serta terpecahnya Mughal menjadi rezim – rezim feudal dan
propinsial yang saling bersaing dan berbenturan satu sama lain.[8]
Kemunduran
dinasti – dinasti mesin serbuk dari sisi ekonomi berawal dari ketidak mampuan
mereka menjadikan modal ( harta yang diam ) menjadi capital ( harta yang
bergerak). Modal kekayaan yang ada pada dinasti mesin serbuk ( khususnya para
petani, pedagang dan tuan tanah ) tidak dikelola dengan baik sehingga tidak
dapat bergerak dinamis,
Para penguasa
dinasti juga kurang memberikan pencerahan terkait sains sehingga tidak terjadi
proses pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Dari sisi
Intelektual, jelas bahwa kreatifitas intelektual telah memudar. Sistem
pendidikan dan pengkajian yang holistic – integral yang memadukan unsure
material dan spiritual yang sebenarnya telah dapat menghantarkan bangsa muslim
menjadi the Golden Age of scince of muslim di era Abassiyah, pada era
mesin serbuk teelah memudah.[9] Tidak
ada karya kreatif yang terkenal, kecualai sedikit sekali ( misalnya pada era
Turki Usmani terjadi Kreatifitas sastra,seni kerajinan dan Arsitektur ). Inipun
tidak memiliki dampak yang luas dan
signifikan dalam memajukan sebuah peradaban.
Semangat menuju
pemikiran Islam yang Progresif juga tidak menonjol pada era dinasti mesin
serbuk ini. Tidak ada pemikiran dan progresifitas itjihada yang menonjol. Sebab
– sebab Runtuhnya dinasti mesin serbuk secara umum dapat dikatakan sebagai
berikut :
Pertama,
lemahnya sentuhan intelektual ( pemikiran ) dan estetika ( sastra dan sains )
yang ditandai dengan memudarnya karya – karya kreatif dibanding era kejayaan
dinasti Abbasiyah.
Kedua, tradisi
keagamaan kehilangan jiwa itjihadi – nya sehingga menyebabkan sikap jumud dan
taklid buta.
Ketiga,
tidaknya berkembang teknologi militer sehingga tidak mampu menghadapi militer
Inggris, Portugal dan prancis yang dibekali teknologi militer memadai.
Keempat,
konflik intern keluarga kerajaan yang berbuntut pada melemahnya pemerintahan.
Kelima, konflik
berkepanjangan dengan dinasti – dinasti lain dalam memperebutkan wilayah
territorial maupun karena sentimen madzhab keagamaan.
Dan yang
keenam, lemahnya managemen ekonomi. Perekonomian yang tidak dikelola dengan
sistematis dan paragdimatik menyebabkab krisis
ekonomi sehingga tidak mampu lagi menghadapi perubahan global pada
zamannya sehingga keberlangsungan peradaban menjadi tersendat.
D.
Kerajaan
safawi
Kerajaaan safawi berdiri sejak tahun
1503-1722 M.,[10].
Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiridi Ardabil, sebuah
kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat
syafawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din dan nama syafawi
tes dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu
terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.[11]
Sementara itu, dipersia muncul suatu
dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar didunia islam. Dinasti
yangberasal dari seorang sufi Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabil di Azerbaijan.[12]
Safiuddin berasal dari keturunan yang
berbedadan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari imam syi’ah
yang ke enam, musa al-kazim. Oleh karena itu, untuk tahap selanjutnya kerajaan
syafawi menyatakan syi’ah sebagai mazhab Negara. Karena itu, kerajaan ini dapat
dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara iran dewasa ini.[13]
Suatu hal yang sangat spektakuler dari
kerajaaan syafawi bahwakerajaan tersebut beraliran syi’ah dan menjadikan
sebagai dasar keyakinan Negara[14].
Syekh safiuddin beraliran syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di daerah Persia.[15]
1. Kondisi
politik dan sosial kerajaan syafawi
Keadaan politik pada masa syafawi mulai bangkit
kembali setelah abbas naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata
administrasi Negara dengan cara yang
lebuh baik.[16]
Kondisi pemerintahan kerajaan syafawi bisa diatasi setelah raja syafawi kelima,
abbas I naik tahta, ia memerintah dari tahun 1587-1629 M[17].
Langkah- langkah yang ditempuh abbas I dalam rangka
memulihkan politik kerajaan syafawi adalah :
a. Mengadakan
pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolandari pusat.
b. Pemindahan
ibukota ke Isfahan.[18]
c. Berusaha
menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash dan kerajaan syafawi dengan
caramembentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri atas budak-budak yang
berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia, yang telah
ada sejak raja Tamh I.
d. Mengadakan
perjanjian damai dengan turki ustmania.
e. Berjanji
tidak akan menghina tiga khalifah pada kotbah jumat.[19]
Reformasi politik yang dilakukan oleh abbas I
tersebut berhasil membuat kerajaan syafawi kuat kembali. Setelah itu, abbas I
mulai memusatkan perhatiannya merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang
hilang.[20]
2. Kondisi
keagamaan
Pada masa abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi
seperti masa khalifah-khalifah sebelumnya sebelumnya yang senantiasa memaksakan
agar syi’ah menjadi agama Negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi. Menurut
hamka, terhadap politik keagamaan beliau tanamkan paham toleransi atau lapang
dada yang amat besar. Paham syi’ah tidak lagi menjadi paksaaan, bahkan orang
sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya. Bukan hanya itu saja,
pendeta-pendeta nasrani dipebolehkan mengembangkan ajaran agamanya dengan
leluas sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia
dikota Isfahan.[21]
3. Kondisi
ekonomi
Stabilitas kerajaan syafawi pada masa abbas I
ternyata telah memacu perkembangan perekonomian syafawi, terlebih setelah
kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan gurmun diubah menjadi bandara abbas.
Dengan dikuasainya bandara ini, salah jalur dagang laut antara timur dan barat
yang biasa diperebutkan oleh belanda, inggris dan perancis sepenuhnya menjadi
kerajaan syafawi.[22]
Disamping sector perdagangan, kerajaan syafawi juga
mengalami kemajuan disektor pertanian terutama didaerah bulan sabit subur (fortile crescent).[23]
Namun, setelah abbas I mangkat perekonomian, syafawi lambat laun mengalami
kemunduran dan puncak kemundurannya terjadi masa kekuasaan syafi mirza. Pada
masa itu, rakyat cendrung masa bodoh karena mereka sudah banyak memperoleh
penindasan dari syafi mirza, tetapi saudagar-saudagar bangsa asing banyak
berdiam di iran dan mengendalikan kegiatan ekonomi.[24]
4. Kondisi
bidangilmu pengetahuan
Dalam sejarah islam, bangsa Persia dikenal sebagai
bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila masa kerajaan syafawi, khususnya
ketika abbas I berkuasa, tradisi keilmuan terus berkembang.
Berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa kerajaan
syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu itjihad selamanya terbuka. Kaum syi’ah tidak seperti kaum sunni
yang mengatakan bahwa itjihad telah
berhenti dan orang mesti taqlid saja.
Kaum syi’ah tetap berpendirian bahwasanya mujtahid
tidak terputus selamanya.[25]
Ilmuan yang melestarikan pemikiran-pemikiran
aristoteles, Al-Farabi, suhrowardi, pada sekitar abad ke 17 dikerajaan syafawi
adalah Mullah Sadr dan Mir Damad.[26]
Dalam keterangan lain disebutkan ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di
majelis istana yaitu, Baha Al-Din Al-Syaerazi, filosof dan Muhammad bagir Ion
Muhammad Damad, filosof ahli sejarah, teolog, dan ia adalah seorang yang pernah
mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah.[27]
Zende, Rud, dan istana chihil sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan tama-taman
yang ditata secara baik, dan ketika abbas wafat, beliau meninggalkan 162
masjid, 48 akademi, 1.802 penginapan, dan 273 pemandian di Isfahan.[28]
Dibidang sen kemajuan tampak begitu jelasgaya
arsitektur bangunannya, seperti terlihat padamasjid syah yang dibangun
tahun1603 M. unsure seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan,
kerajinan karpet, permadani, pakaian, mode, embikar, dan benda seni lainnya.
Seni lukis dirintis sejak zaman Tamasp I, raja ismail pada tahun 1522 M.
membawa seorang pelukis timur ke Tabriz, pelukis itu bernama bizhard.[29]
Menurut hamka pada zaman abbas I berkembanglah kebudayaan, kemajuan, dan
keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair, dan sebagainya. Diantara
pujengga yang gemerlapan bintannya, ialah Muhammad Bagir ibn Muhammad Damad,
ahli filsafat dan ilmu pasti. Abbas sendiri asyik dengan ilmu tersebut, bahkan
tidak segan abbas melakukan penylidikan sendiri. Beliau tidak lengah
menggerakan kemajuan pengetahu-pengetahuan khusus mengenai agama, terutama ilmu
fiqh. Diantara ulama besar yang sangat ternama waktu itu Baharudin Al-Amil,
selain dari seorang ahli agama beliau punahli kebudayaaan yang mengetahui
soal-soal dari berbagai segi. Pada waktu itu idup juga filosof Shadaruddin
Asyaerozi, ahli filsafat ketuhanan yang banyak mempengaruhi timbulnya paham bahai yang sekarang mengakui diri mereka
adalah agama baru. Demikian puncak kemajuan yang dicapai oleh kerajaan syafawi
pada masa abbas I abad ke 17 dan setelah abbas I wafat, kondisi ilmu
pengetahuan dan seni mengalami kemunduran.
E.
Kemunduran
dan kehancuran kerajaan syafawi (keruntuhan)
Sepeninggal Abbas Ikerajaan safawi berturut-turut
diperintah oleh enam raja, yaitu syafi mirza (1628-1642 M), abbas II (1642-1667
M), sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), tahmasp II (1722-1732 M), dan
abbas III (1732-1736 M). pada masa
raja-raja tersebut, kondisi kerajaan safawi tidak menujukkan grafik naik dan
berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa
kepada kehancuran.
Safi mirza, cucu abbas I, adalah seorang pemimpin
yang lemah, ia sangat kejam terhadap pembesar-pembesar keraajaan karena sifat
pencemburunya. Kemajuan yang pernah dicapai oleg abbas I segera menurun. Kota
Qandahar (sekarang termasuk wilayah afganistan) lepas dari kekuasaan kerajaan
safawi, diduduki oleh kerajaan mughal yang ketika itu dipimpin oleh sultan
syekh jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan usmani. Abbas II adalah
raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal.
Meskipun demikian, dengan bantuan-bantuan wazir-wazirnya, pada masa kota
Qandahar dapat direbut kembal. Sebagaimana abbas II, sulaiman juga seorang
pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya.
Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh shah
husein yang alim. Penganti sulaiman ini memberikan kekuasaan yang besar kepada
para ulamasyi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran
sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan sunni Afghanistan, sehingga mereka
berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti safawi.[30]
Singkat masalah kemunduran atau kehancuran kerajaan
safawi, tidak kalah penting dari sebab –sebab diatas adalah,seringnya terjadi
konflik intern dalam bentuk kekuasaan
dikalangan keluarga istana.
BAB III
KESIMPULAN
Dinasti Mongol adalah dinasti yang berkembang di
daerah India yang banyak membawa perubahan bukan hanya di bidang politik saja,
ekonomi, bahkan hubungan baik dengan agama lain yang didukung oleh sikap
adaptis.
Dinasti monggol dan Shafiyah berkembang seiring
dengan kekuatan militer, perekonomian yang baik serta kerukunan antar ummat
beragama, baik beragama Hindu maupun Islam.
Namun, dikarnakan perkembangan dalam segi hal tidak
dibarangi dengan managemen yang baik, maka terjadilah keterpurukan didalam
segala hal, sehingga dengan mudah bangsa Inggris merebut kekuasaan yang
dimiliki oleh dinasti monggol dan shafiyah.
ANALISIS
Kemunduran
dinasti Monggol dan Shafiyah merupakan kemunduran Ummt Islam yang telah berates
– ratus tahun menguasai peradaban didunia ini. Kemunduran yang berlangsung
secara bertahap – tahap juga disebabkan oleh berbagai faktor yang kurang
diperhatikan, yakni membangun kekuatan militer yang kuat, namun tidak diadakan
proses managemen yang baik, sehingga secara tidak langsung bangsa Inggris
dengan mudah merebut kekuasaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Syed Mahmudinnasir, Islam Its
Concepts and History ( New Delhi : Kitab Bahava, 1981 )
Syamsul Bakri,peta sejarah
peradaban Islam (Yogyakarta : Fajar Media Press,2011 )
Hamid Hasan Bilqirani, konsep
Universalitas Islam,Terjemahan Machnun Husain ( Bandung :Mizan,1998)
Hamka,
sejarah umat islam, III, (Jakarta: bulan bintang, 1981)
[1]
Syed Mahmudinnasir, Islam Its Concepts and History ( New Delhi : Kitab
Bahava, 1981 ),h.163
[2]
M.Lapidus, sejarah ummat islam,..Op.cit.,hlm.695
[3]
Syed Mahmudinnasir,Op.cit.,hlm.282
[4]
M.Mujib,The Indian Muslim ( London : Geoerge Alen,1967),hlm.225
[5]
Syamsul Bakri,peta sejarah peradaban islam,fajar media press (Yogyakarta
:2011 ), h.155
[6]
Ibid,h. 155
[7]
Ibid,h.166
[8]
Ira M.Lapidus,Op.cit.,h.415
[9]
Hamid Hasan Bilqirani, konsep Universalitas Islam,Terjemahan Machnun
Husain ( Bandung :Mizan,1998),h.118
[10] Marshal G.S. Hodson, t.th., hlm.
16.
[11] Yatim, 1997, hlm. 138
[12] Nasution, 1985, hlm. 84
[13] Yatim, 1997, hlm 138
[14] Marshal, G.S. Hodson, t.th. hlm.
16
[15] Nasution, op., cit., hlm. 84
[16] Marshal, G.S. Hodson, t.th. hlm.
38
[17] Yatim, 1997, hlm 142
[18] Marshal, G.S Hodson,t.th. hlm.
40
[19] Yatim, 1992, hlm. 143
[20] Yatim, 1997, hlm. 143
[21] Hamka, 1987, hlm. 70
[22] Yatim, 1997. Hlm. 144
[23] Yatim, 1997, hlm. 144
[24] Hamka, 1981, hlm. 72
[25] Hamka, 1987, hlm 70
[26] Marshal, G.S. Hodson, t.th. hlm.
44
[27] Yatim, 1997. Hlm. 144
[28] Marshal, G.S Hodson,t.th. hlm.
40
[29] Marshal, G.S Hodson,t.th. hlm.
40
[30] Hamka, sejarah umat islam, III,
(Jakarta: bulan bintang, 1981), hlm. 71-73
0 Response to "makalah sejarah peradaban bangsa mongol"
Post a Comment