Subscribe Us

header ads

Hot Widget

random/hot-posts

makalah sejarah peradaban bangsa mongol


Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….    3
·         Latar Belakang      …………………………………………………………..3
·         Rumusan masalah ………………………………………………………......3
·         Tujuan                    ………………………………………………………….3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………. 4
A.    Dinasti Mughal ( 1526 – 1858 ) …………………………………………….4
B.     Faktor – Faktor Keberhasilan ……………………………………………….7
C.     Sebab – Sebab Surutnya Peradaban…………………………………………8
D.    Kerajaan safawi …………………………………………………………….10
E.     Kemunduran dan kehancuran kerajaan syafawi (keruntuhan)………………14
BAB III PENUTUP………………………………………………………………. 15
·         KESIMPULAN…………………………………………………………15
·         ANALISIS………………………………………………………………15
·         DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..16





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Setiap bangsa pastilah memiliki sejarah masa lalunya, beserta hasil beradaban pada masa itu. Sebagaimana dengan peradaban-peradaban di dunia, Bangsa Mongol dan shafiyah pun memiliki kekayaan sejarah dan kebudayaan yang tidak ternilai sumbangannya terhadap peradaban dunia, pada umumnya dan Islam pada khususnya.
dalam khazanah pengetahuan sejarah, Bangsa Mongol mulai muncul pada akhir abad XII dan awal abad XIII yang mampu menjadi kerajaan islam yang berkembang dengan pesat serta tata tertib politik yang baik. .
         Menurut Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Masa Mongol dalam sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M sampai masuknya tentara Usmani ke Mesir kemudian menguasai Afrika Utara, Jazirah Arab, Siria pada tahun 1517 M di bawah pimpinan Sultan Salim.

         Begitu luas kekuasaan Bangsa Mongol, yang kurang lebih tiga abad menguasai sebagian besar daratan Asia dan Eropa sebelum dan sesudah bersentuhan dengan Islam. Oleh sebab itu, penulis akan membatasi dalam makalah ini yaitu mengkaji fakta-fakta yang terjadi di tengah-tengah dinasti-dinasti Islam keturunan Chengis; Chaghtai, Golden Horde,dan Ilkhan.


B.     Rumusan Masalah.
1.      Bagaimana perkembangan Bangsa Monggol dan shafiyah ?
2.      Apa saja factor yang memengaruhi keruntuhan Bangsa Mongol ?
3.      Apa saja kelebihan bangsa Mongol ?


C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui perkembangan Bangsa Monggol.
2.      Untuk mengetahui factor yang memengaruhi keruntuhan bangsa monggol dan shafiyah.
3.      Untuk mengetahui kelebihan bangsa Monggol.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dinasti Mughal ( 1526 – 1858 )
            Dinasti mesin serbuk yang termuda adalah Dinasti Mughal. Dinasti Mughal sendiri bukanlah penguasa Islam pertama di anak benua India. Sebelumnya kekuasaan Bani Umayyah pada era Al – Walid pernah menaklukkan anak benua India, kemudian pada era desentralisasi Abbasiyah, dinasti Ghazwaniah dapat menaklukkan kerajaan – kerajaan Hindu di India dan melakukan islamisasi.[1]
Setelah runtuhnya dinasti Ghazwaniyah, muncul dinasti –dinasti kecil seperti dinasti Mamluk ( 1206 – 1290 M),dinasti Khalji ( 1296 – 1316 M ) serta dinasti tugluk ( 1320 – 1412 M ). Pada tahun 1482 M Zhiruddin Babur mendirikan dinasti Mughal dengan Delhi sebagai ibu kota Negara.
Wilayah dinasti Mughal meliputi anak benua India dan meluas hingga Kabul ( Afghanistan ), Kashmir dan sekitarnya. Pusat pemerintahan berada di Delhi. Dinasti Mughal berasal dari tentara nomadik ( penjelajah ) dari Afghanistan sehingga wajar jika pemerinahan dijalankan oleh elit militer dan politisi.
Dinasti Mughal didirikan oleh Sultan Babur. Tantangan dari raja – raja Hindu india begitu banyak tetapi kekuatan Sultan Babur dapat mengalahkan dengan kemenagan yang gemilang. Penerusnya Sultan Humayun putra sulung Babur dan kemudian cucunya yaitu sultan akbar.[2]
Sultan Akbar tergolong sultan yang kuat sehingga dapat menetralisir kegoncongan social politk dalam negeri. Jika Turki Usmani diibaratkan seperti mesin perang,[3] maka dinasti Mughal memilii jiwa militer pengembara dan penakluk yang kuat sehingga mampu melakukan ekspansi hingga menguasai Gujarat, Kashmir, Bengal Ahmadnagar dan daerah – daerah penting di India. Sultan Akbar Nampak mewarisi kebesaran kakeknya, sultan Babur dan leluhurnya, Timur Lenk.
Bahkan gaya militer Timur Lenk masih mengalir di dalam tubuh sultan Akbar sehingga pemerintahan Delhi bercorak Militeristik.[4] Selama memerintah, kemajuan ekonomi, politik dan militer dapat dicapai dan dipertahankan.
Bahkan sultan – sultan sesudahnya ikut menikmati hasil jerih payah perjuangan sultan Akbar,yaitu Sultan Jehangir ( bergelar Sultan Nurudin ), syeh Jihan ( bergelar sultan Syihabuddin ) dan sultan Aurangzeb ( bergelar Sultan Muhyiddin ). Ketiga sultan ini masih dapat mempertahankan kejayaan dinasti Mughal. Aurangzeb lebih menekankan Islamisasi puritan, hal ini berbeda dengan saudaranya Dara Sikhoh yang lebih berpetualang diluar roda pemerintahan dengan upaya – upaya sinkretisasi islam – hindu.
Peradaban mulai surut pada masa Bahadur Syah ( Muazam ), Azimus Syah, Jihandar Syah, Farukh Syah hingga terjadi disentegrasi pada era Muhammad Syah. Disintegrasi ini ditandai dengan banyaknya pemerintah daerah yang sudah tidak loyal lagi kepada pemerintahan pusat di Delhi. Para pedagang Eropa mulai memasuki wilayah pantai. Hal ini berlanjut pada masa sultan Ahmad Syah, Alamghir II hingga mughal secara de facto dikuasai orang – orang Afghanistan pada era syah Alam.
Walaupun gelar sultan tetap ada pada syah Alam namun praktis pemerintahan dikendalikan oleh orang – orang Afghan. Peperangan dengan tentara Inggris terjadi yang berakhir dengan perjanjian damai dan bahkan Inggris membantu Syah Alam merebut kembali kota – kota yang direbut oleh persekutuan Hindu – Sikh.
Hubungan harmonis dengan Inggris dilanjutkan sultan Akbar II tetapi sultan penggantinya,Bahadur Syah sengaja berani menentang perusahaan dan kongsi dagang asing di India. Hal ini didukung oleh rakyat Hindu dan Islam sebagai symbol perlawanan kepada bangsa asing dan sekaligus symbol semangat nasionalisme India. Tetapi beberapa raja – raja kecil dari kalangan Hindu dan Islam yang Opurtunis membantu Inggris menaklukkan Bahadur syah dan Syeh Jehan yang menciptakan bangunan peradaban bersejarah, Taj Mahal, Masjid Delhi dan Istana Lahore.

Berbeda dengan fenomena historis era Khilafah tinggi yang sering menjadi kalangan fuqaha ( Ahli fiqih  ) sebagai legimitator penguasa dan shufi sebagai oposan, pada era Mughal ini justru oposisi pemerintahan adalah kalangan fuqaha ( ahli fiqih ) sementara penasihat dan legitimator  pemerintah dalam urusan – urusan keagamaan justru kaum shufi. Hal ini terjadi karena kaum shufi era dinasti Mughal dianggap lebih adaptif dan kompromis terhadap kebudayaan lokal dibanding kaum fuqaha yang sering menghakimi dengan jargon – jargon yang tidak kompromis.
 Sikap dinasti Mughal yang adaptif, kompromis dan toleran menyebabkan dinasti Islam ini didukung oleh masyarakat Hindu, hingga akhirnya jatuh ketangan Inggris  tahun 1857 M karena lemahnya militer dan persenjataan.
Etika militer dan adaptasi kultural yang dibangun te nyata tidak dibarengi dengan managemen sehingga etos militer yang kuat tidak dapat menandingi kekuatan militer Inggris yang ditopang sains dan teknologi militer yang mencukupi.
Namun karena managemen sains dan teknologi militer lemah,dinsti mughal akhirnya dapat ditaklukan oleh inggris. Sultan Bahadur Syah Zafar yang gemar puisi dan sastra tidak memiliki ketegaran sebagaimana para pendahulunya sehingga dengan mudah diasingkan ke Rangon hingga meninggal dunia. Akhirnya dinasti Mughal ditandai dengan masuknya imperialisme Inggris ditanah Hindustan.








B.     Faktor – Faktor Keberhasilan
Keberhasilan dinasti – dinasti mesin serbuk dalam membangun peradaban sangat dipengaruhi oleh etika kebangsaan yang berbasis pilar teologi,kebudayaan, psikologis,politik dan sebagainya.
Dari prespektif teologis,dakwah merupakan kewajiban ummat Islam untuk mengembangkan ajaran baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dari sisi kebudayaan, kultur masyarakat yang kuat, baik secara militer maupun perekonomian ditunjang letak Geografis yang menjadi pusat jalur perdagangan dunia menyebabkan sikap bangga atas nasionalitas yang dimilikinya sehingga sikap kebanggaan itu diaktualisasikan dalam pertahanan diri maupun pengembangan Teritorial.Adapun secara psikis, sikap elit pemerintah yang kuat secara militer maupun ekonomi memunculkan hasrat untuk menjadi imperium karena memiliki kekuatan militer yang tangguh.[5]
Secara politik diakui bahwa kejayaan peradaban adalah milik ummat Islam sebagaimana terjadi diera Abassiyah. kejayaan itu hilang diporak – porandakan oleh pasukan Hulagu dan Mongol.[6]
Desentralisasi adalah era dimana ummat Islam  terpecah dalam berbagai dinasti – diansti kecil yang dipimpin oleh sultan – sultan local. Era desentralisasi sekaligus juga menandakan menyurutnya peradaban Islam pasca jatuhnya Baghdad ( dinasti Abbasiyah )[7].
Keberhasilan – keberhasilan Dinasti – dinasti mesin serbuk juga tidak terlepas dari manajemen politik pemerintahan, ketangguhan militer, dukungan masyarakat Agraria ( petani ),adanya adaptasi cultural ( di Mughal ) dan yang lebih penting lagi adalah ditopang oleh kekuatan ekonomi yang kuat yaitu pertanian dan perdagangan.     


 
C.     Sebab – Sebab Surutnya Peradaban
Akhir era dinasti serbuk merupakan masa dimana peradaban islam mulai memudar lagi. Secara poitik, kekuasaan dan kekuatan yang ada tidak mampu menandingi pesaing – pesaing kuat dari Imperium Inggris, Perancis dan Portugal.
Indikasi kemunduran politik terlihat ketika dinasti Shafawi ditinggalkan pasukan budak pendukungnya,  disentralisasi pada dinasti Usmani serta terpecahnya Mughal menjadi rezim – rezim feudal dan propinsial yang saling bersaing dan berbenturan satu sama lain.[8]
Kemunduran dinasti – dinasti mesin serbuk dari sisi ekonomi berawal dari ketidak mampuan mereka menjadikan modal ( harta yang diam ) menjadi capital ( harta yang bergerak). Modal kekayaan yang ada pada dinasti mesin serbuk ( khususnya para petani, pedagang dan tuan tanah ) tidak dikelola dengan baik sehingga tidak dapat bergerak dinamis,
Para penguasa dinasti juga kurang memberikan pencerahan terkait sains sehingga tidak terjadi proses pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Dari sisi Intelektual, jelas bahwa kreatifitas intelektual telah memudar. Sistem pendidikan dan pengkajian yang holistic – integral yang memadukan unsure material dan spiritual yang sebenarnya telah dapat menghantarkan bangsa muslim menjadi the Golden Age of scince of muslim di era Abassiyah, pada era mesin serbuk teelah memudah.[9] Tidak ada karya kreatif yang terkenal, kecualai sedikit sekali ( misalnya pada era Turki Usmani terjadi Kreatifitas sastra,seni kerajinan dan Arsitektur ). Inipun tidak memiliki  dampak yang luas dan signifikan dalam memajukan sebuah peradaban.
Semangat menuju pemikiran Islam yang Progresif juga tidak menonjol pada era dinasti mesin serbuk ini. Tidak ada pemikiran dan progresifitas itjihada yang menonjol. Sebab – sebab Runtuhnya dinasti mesin serbuk secara umum dapat dikatakan sebagai berikut :
Pertama, lemahnya sentuhan intelektual ( pemikiran ) dan estetika ( sastra dan sains ) yang ditandai dengan memudarnya karya – karya kreatif dibanding era kejayaan dinasti Abbasiyah.
Kedua, tradisi keagamaan kehilangan jiwa itjihadi – nya sehingga menyebabkan sikap jumud dan taklid buta.
Ketiga, tidaknya berkembang teknologi militer sehingga tidak mampu menghadapi militer Inggris, Portugal dan prancis yang dibekali teknologi militer memadai.
Keempat, konflik intern keluarga kerajaan yang berbuntut pada melemahnya pemerintahan.
Kelima, konflik berkepanjangan dengan dinasti – dinasti lain dalam memperebutkan wilayah territorial maupun karena sentimen madzhab keagamaan.
Dan yang keenam, lemahnya managemen ekonomi. Perekonomian yang tidak dikelola dengan sistematis dan paragdimatik menyebabkab krisis  ekonomi sehingga tidak mampu lagi menghadapi perubahan global pada zamannya sehingga keberlangsungan peradaban menjadi tersendat.       
     
   

           





D.    Kerajaan safawi
Kerajaaan safawi berdiri sejak tahun 1503-1722 M.,[10]. Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiridi Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat syafawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din dan nama syafawi tes dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.[11]
Sementara itu, dipersia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar didunia islam. Dinasti yangberasal dari seorang sufi Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabil di Azerbaijan.[12]
Safiuddin berasal dari keturunan yang berbedadan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari imam syi’ah yang ke enam, musa al-kazim. Oleh karena itu, untuk tahap selanjutnya kerajaan syafawi menyatakan syi’ah sebagai mazhab Negara. Karena itu, kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara iran dewasa ini.[13]
Suatu hal yang sangat spektakuler dari kerajaaan syafawi bahwakerajaan tersebut beraliran syi’ah dan menjadikan sebagai dasar keyakinan Negara[14]. Syekh safiuddin beraliran syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di daerah Persia.[15]
1.      Kondisi politik dan sosial kerajaan syafawi
Keadaan politik pada masa syafawi mulai bangkit kembali setelah abbas naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi  Negara dengan cara yang lebuh baik.[16] Kondisi pemerintahan kerajaan syafawi bisa diatasi setelah raja syafawi kelima, abbas I naik tahta, ia memerintah dari tahun 1587-1629 M[17].
Langkah- langkah yang ditempuh abbas I dalam rangka memulihkan politik kerajaan syafawi adalah :
a.       Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolandari pusat.
b.      Pemindahan ibukota ke Isfahan.[18]
c.       Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash dan kerajaan syafawi dengan caramembentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia, yang telah ada sejak raja Tamh I.
d.      Mengadakan perjanjian damai dengan turki ustmania.
e.       Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada kotbah jumat.[19]  
Reformasi politik yang dilakukan oleh abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan syafawi kuat kembali. Setelah itu, abbas I mulai memusatkan perhatiannya merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang.[20]
2.      Kondisi keagamaan
Pada masa abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa khalifah-khalifah sebelumnya sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar syi’ah menjadi agama Negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi. Menurut hamka, terhadap politik keagamaan beliau tanamkan paham toleransi atau lapang dada yang amat besar. Paham syi’ah tidak lagi menjadi paksaaan, bahkan orang sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya. Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta nasrani dipebolehkan mengembangkan ajaran agamanya dengan leluas sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia dikota Isfahan.[21]


3.      Kondisi ekonomi
Stabilitas kerajaan syafawi pada masa abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian syafawi, terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan gurmun diubah menjadi bandara abbas. Dengan dikuasainya bandara ini, salah jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh belanda, inggris dan perancis sepenuhnya menjadi kerajaan syafawi.[22]
Disamping sector perdagangan, kerajaan syafawi juga mengalami kemajuan disektor pertanian terutama didaerah bulan sabit subur (fortile crescent).[23] Namun, setelah abbas I mangkat perekonomian, syafawi lambat laun mengalami kemunduran dan puncak kemundurannya terjadi masa kekuasaan syafi mirza. Pada masa itu, rakyat cendrung masa bodoh karena mereka sudah banyak memperoleh penindasan dari syafi mirza, tetapi saudagar-saudagar bangsa asing banyak berdiam di iran dan mengendalikan kegiatan ekonomi.[24]
4.      Kondisi bidangilmu pengetahuan
Dalam sejarah islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila masa kerajaan syafawi, khususnya ketika abbas I berkuasa, tradisi keilmuan terus berkembang.
Berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa kerajaan syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu itjihad selamanya terbuka. Kaum syi’ah tidak seperti kaum sunni yang mengatakan bahwa itjihad telah berhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum syi’ah tetap berpendirian bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya.[25]

Ilmuan yang melestarikan pemikiran-pemikiran aristoteles, Al-Farabi, suhrowardi, pada sekitar abad ke 17 dikerajaan syafawi adalah Mullah Sadr dan Mir Damad.[26] Dalam keterangan lain disebutkan ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di majelis istana yaitu, Baha Al-Din Al-Syaerazi, filosof dan Muhammad bagir Ion Muhammad Damad, filosof ahli sejarah, teolog, dan ia adalah seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah.[27] Zende, Rud, dan istana chihil sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan tama-taman yang ditata secara baik, dan ketika abbas wafat, beliau meninggalkan 162 masjid, 48 akademi, 1.802 penginapan, dan 273 pemandian di Isfahan.[28]
Dibidang sen kemajuan tampak begitu jelasgaya arsitektur bangunannya, seperti terlihat padamasjid syah yang dibangun tahun1603 M. unsure seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, kerajinan karpet, permadani, pakaian, mode, embikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis dirintis sejak zaman Tamasp I, raja ismail pada tahun 1522 M. membawa seorang pelukis timur ke Tabriz, pelukis itu bernama bizhard.[29] Menurut hamka pada zaman abbas I berkembanglah kebudayaan, kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair, dan sebagainya. Diantara pujengga yang gemerlapan bintannya, ialah Muhammad Bagir ibn Muhammad Damad, ahli filsafat dan ilmu pasti. Abbas sendiri asyik dengan ilmu tersebut, bahkan tidak segan abbas melakukan penylidikan sendiri. Beliau tidak lengah menggerakan kemajuan pengetahu-pengetahuan khusus mengenai agama, terutama ilmu fiqh. Diantara ulama besar yang sangat ternama waktu itu Baharudin Al-Amil, selain dari seorang ahli agama beliau punahli kebudayaaan yang mengetahui soal-soal dari berbagai segi. Pada waktu itu idup juga filosof Shadaruddin Asyaerozi, ahli filsafat ketuhanan yang banyak mempengaruhi timbulnya paham bahai yang sekarang mengakui diri mereka adalah agama baru. Demikian puncak kemajuan yang dicapai oleh kerajaan syafawi pada masa abbas I abad ke 17 dan setelah abbas I wafat, kondisi ilmu pengetahuan dan seni mengalami kemunduran.


E.     Kemunduran dan kehancuran kerajaan syafawi (keruntuhan)
Sepeninggal Abbas Ikerajaan safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu syafi mirza (1628-1642 M), abbas II (1642-1667 M), sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), tahmasp II (1722-1732 M), dan abbas III (1732-1736 M).  pada masa raja-raja tersebut, kondisi kerajaan safawi tidak menujukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Safi mirza, cucu abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah, ia sangat kejam terhadap pembesar-pembesar keraajaan karena sifat pencemburunya. Kemajuan yang pernah dicapai oleg abbas I segera menurun. Kota Qandahar (sekarang termasuk wilayah afganistan) lepas dari kekuasaan kerajaan safawi, diduduki oleh kerajaan mughal yang ketika itu dipimpin oleh sultan syekh jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan-bantuan wazir-wazirnya, pada masa kota Qandahar dapat direbut kembal. Sebagaimana abbas II, sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh shah husein yang alim. Penganti sulaiman ini memberikan kekuasaan yang besar kepada para ulamasyi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan sunni Afghanistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti safawi.[30]
Singkat masalah kemunduran atau kehancuran kerajaan safawi, tidak kalah penting dari sebab –sebab diatas adalah,seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk kekuasaan  dikalangan keluarga istana.







                                                         BAB III
                                                  KESIMPULAN
Dinasti Mongol adalah dinasti yang berkembang di daerah India yang banyak membawa perubahan bukan hanya di bidang politik saja, ekonomi, bahkan hubungan baik dengan agama lain yang didukung oleh sikap adaptis.
Dinasti monggol dan Shafiyah berkembang seiring dengan kekuatan militer, perekonomian yang baik serta kerukunan antar ummat beragama, baik beragama Hindu maupun Islam.
Namun, dikarnakan perkembangan dalam segi hal tidak dibarangi dengan managemen yang baik, maka terjadilah keterpurukan didalam segala hal, sehingga dengan mudah bangsa Inggris merebut kekuasaan yang dimiliki oleh dinasti monggol dan shafiyah.



                                               ANALISIS

Kemunduran dinasti Monggol dan Shafiyah merupakan kemunduran Ummt Islam yang telah berates – ratus tahun menguasai peradaban didunia ini. Kemunduran yang berlangsung secara bertahap – tahap juga disebabkan oleh berbagai faktor yang kurang diperhatikan, yakni membangun kekuatan militer yang kuat, namun tidak diadakan proses managemen yang baik, sehingga secara tidak langsung bangsa Inggris dengan mudah merebut kekuasaan.    










                                     DAFTAR PUSTAKA

Syed Mahmudinnasir, Islam Its Concepts and History ( New Delhi : Kitab Bahava, 1981 )
Syamsul Bakri,peta sejarah peradaban Islam (Yogyakarta : Fajar Media Press,2011 )
Hamid Hasan Bilqirani, konsep Universalitas Islam,Terjemahan Machnun Husain ( Bandung :Mizan,1998)
Hamka, sejarah umat islam, III, (Jakarta: bulan bintang, 1981)










[1] Syed Mahmudinnasir, Islam Its Concepts and History ( New Delhi : Kitab Bahava, 1981 ),h.163
[2] M.Lapidus, sejarah ummat islam,..Op.cit.,hlm.695                                                   

[3] Syed Mahmudinnasir,Op.cit.,hlm.282
[4] M.Mujib,The Indian Muslim ( London : Geoerge Alen,1967),hlm.225
[5] Syamsul Bakri,peta sejarah peradaban islam,fajar media press (Yogyakarta :2011 ), h.155
[6] Ibid,h. 155
[7] Ibid,h.166
[8] Ira M.Lapidus,Op.cit.,h.415
[9] Hamid Hasan Bilqirani, konsep Universalitas Islam,Terjemahan Machnun Husain ( Bandung :Mizan,1998),h.118
               [10] Marshal G.S. Hodson, t.th., hlm. 16.
               [11] Yatim, 1997, hlm. 138
               [12] Nasution, 1985, hlm. 84
               [13] Yatim, 1997, hlm 138
              [14] Marshal, G.S. Hodson, t.th. hlm. 16
              [15] Nasution, op., cit., hlm. 84
              [16] Marshal, G.S. Hodson, t.th. hlm. 38
              [17] Yatim, 1997, hlm 142
             [18] Marshal, G.S Hodson,t.th. hlm. 40
             [19] Yatim, 1992, hlm. 143
            [20] Yatim, 1997, hlm. 143
           [21] Hamka, 1987, hlm. 70
           [22] Yatim, 1997. Hlm. 144
           [23] Yatim, 1997, hlm. 144
           [24] Hamka, 1981, hlm. 72
           [25] Hamka, 1987, hlm 70
           [26] Marshal, G.S. Hodson, t.th. hlm. 44
           [27] Yatim, 1997. Hlm. 144
           [28] Marshal, G.S Hodson,t.th. hlm. 40
          [29] Marshal, G.S Hodson,t.th. hlm. 40
          [30] Hamka, sejarah umat islam, III, (Jakarta: bulan bintang, 1981), hlm. 71-73

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "makalah sejarah peradaban bangsa mongol"

Post a Comment