makalh komunikasi politik
MAKALAH
KOMUNIKASI ORGANISASI
“ Komunikasi
Partai Politik “
Dosen Pengampu:
Yunindar Cut Mutia, S.Sos.i, M.Kom.i
Disusun Oleh:
1. Fauryan Al – Qudsi 1541010211
2. Rani Anjar Putri
1541010212
3. Ridho
Setiawan 1541010208
Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
IAIN Raden Intan Lampung
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Diantara bahasan yang menonjol
dalam kajian Komunikasi Politik adalah menyangkut isi pesan. Bahasan ini sama pentingnya
dari bahasan komunikator, media, khalayak dan efek komunikasi politik. Dalam
beberapa literatur disebutkan, inti komunikasi politik adalah komunikasi yang
diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh. Urgensinya dalam suatu sistem
politik tidak diragukan lagi, karena komunikasi politik terjadi saat
keseluruhan fungsi dari sistem politik lainnya di jalankan.
Makalah ini, berupaya
mengkolaborasi masalah pesan politik terutama yang ada kaitannya dengan
aktivitas persuasi. Fokus bahasan berkaitan dengan propaganda sebagai salah
satu pendekatan persuasi yang sangat populer dan banyak dilakukan oleh
komunikator politik sejak dahulu hingga saat ini. Karena dalam perkembangannya
media massa banyak digunakan sebagai medium
penyampaian pesan yang sangat diminati, maka bahasan ini secara spesifik
mengamati propaganda politik melalui media massa. Dan juga periklanan sebagai
bentuk persuasive yang dilakukan oleh komunikator politik untuk merebut citra
diri sang politisi dari public.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Apa
pengertian Komunikasi.?
2.
Apa
Pengertian politik?
3.
Bagamaiana
Propaganda Politik?
4.
Bagaimana
Iklan Politik?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Komunikasi.
2.
Untuk
mengetahui pengertian Politik.
3.
Untuk
mengetahui Propaganda Politik.
4.
Untuk
mengetahui Bagaimana Iklan Politik.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt atas segala nikmat yang telah diberikan kepada
hambanya. Sehingga dengan nikmat itulah, Allah mudahkan kami dalam menyelesaikan makalah tekhnik khitabah ini.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada baginda nabiyullah Muhammad Saw, sang permata biru ditengah lautan.
Manusia mulia nan bijaksana.
Makalah ini, kami buat guna memenuhi tugas
mata kuliah tekhnik khitabah, dengan judul “adab berbicara yang islami”.
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat
memberikan kontribusi dalam menambah khazanah pengetahuan kita. Selanjutnya,
kami menyadari akan kelemahan makalah kami. Oleh sebab itu, kritik dan saran
yang membangun dari teman – teman semua sangat kami harapkan.
Bandar Lampung, 03 Maret 2017
Pemakalah
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................... i
a.
Latar belakang masalah................................................................ i
b. Rumusan Masalah……………………………………………….i
BAB II :
PEMBAHASAN
a.
Pengertian Komunikasi................................................................ 1
b.
Pengertian Organisasi.................................................................. 1
c.
Politik........................................................................................... 2
d.
Komunikasi
Politik……………………………………..........….3
e.
Aktor
dan Proses Komunikasi Politik…………………………..4
f.
Propaganda
dalam Komunikasi Politik…………………………5
g.
Propaganda
Sebagai Pendekatan Persuasi Politik K…………....6
h.
Propaganda
Vertikal…………………………………………….8
i.
Saluran
Propaganda Politik…………………………………….10
j.
Urgensi
Media Massa Sebagai Saluran Propaganda…………...10
k.
Prinsip
Propaganda di Media Massa…………………………...13
l.
Iklan
Politik…………………………………………………….15
m.
Pembentukan
Citra Politik……………………………………...16
n.
Saluran
Komunikasi organisasi…………………………………19
BAB III : PENUTUP
a. Kesimpulan……………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….21
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Komunikasi.
Evereet
M. Rogers seorang pakar sosiologi perdesaan Amerika yang telah banyak memberi
perhatian pada studi riset komunikasi,
khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa:
“
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu
penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka “.[1]
Definisi
ini kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D. Lawrance Kincaid ( 1981 )
sehingga melahirkan sesuatu definisi baru yang menyatakan bahwa:
“
komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya
akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”.[2]
Berdasarkan
dua definisi komunikasi yang telah disampaikan oleh para pakar, maka kami
simpulkan bahwa Komunikasi adalah proses interaksi antara dua orang atau lebih
dalam rangka memberikan informasi untuk pemahaman secara bersama.
B.
Pengertian Organisasi
Organization
berasal dari kata “ organism ” yang berarti menciptakan struktur dengan bagian
– bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa, sehigga hubunganya satu sama lain
terikat oleh hubungan terhadap keseluruhannya.[3]
Drs.
Malayu S.P Hasibuan mengatakan “ organisasi adalah suatu sistem perserikatan
formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang berkerja sama
dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan wadah atau alat
saja.
Berangkat
dari pengertian organisasi menurut para pakar di atas, maka kami menyimpulkan :
“
Organisasi adalah wadah perkumpulan beberapa orang yang bekerja sama dan
memiliki sistem perserikatan formal, terstruktur dan terkoordinasi, untuk
mencapai tujuan secara bersama”.
C.
Politik.
Politik
adalah penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
organisasi atau pada perilaku anggota – anggotanya yang bersifat mementingkan
diri sendiri dan tidak mendapatkan sanksi dari organisasi.[4]
Tanowi
Jauhari mengutip pendapat ( Jones 1985) Politik adalah aktivitas untuk
mendapatkan, mengembangkan, menggunakan kekuasaan dan sumber – sumber lainnya
untuk memperoleh hasil yang diinginkan dalam situasi dimana adanya tidak
kepastian atau adanya tidak kesepakatan tentang suatu pilihan.[5]
D.
Komunikasi Politik
Komunikasi politik secara sederhana adalah komunikasi yang
melibatkan pesan – pesan politik dan aktor – aktor politik, atau berkaitan
dengan kekuasaan, pemerintahan dan kebijakan pemerintah.[6]
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret
sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja seperti : Mahasiswa, Dosen, Tukang
Ojek, Penjaga Warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki
komunikasi politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya
tak lebih dari istilah belaka.
Reolofs mendefinisikan komunikasi politik sebagai komunikasi yang
materi pesan – pesan berisi politik yang mencakup masalah kekuasaan dan dan
penempatan pada lembaga – lembaga kekuasaan.[7]
Dalam peraktiknya, komuikasi politik sangat kental dalam kehidupan
sehari – hari. Sebab, dalam aktivitas sehari – hari tidak satupun manusia tidak
berkomunikasi, dan kadang – kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian
komunikasi politik.
E.
Aktor dan Proses Komunikasi Politik
Aktor
Komunikasi Politik pada dasarnya adalah semua orang yang berkomunikasi tentang
Politik.
Jadi,
berangkat dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa semua orang yang
terlibat dalam politik dianggap sebagai aktor politik. Namun, yang menjadi aktor yang utama adalah para
pemimpin politik atau pejabat pemerintahan karena merekalah yang aktif
menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis mereka.[8]
Komunikator
politik terdiri dari tiga kategori :
1.
Politisi
adalah orang yang bercita-cita untuk memegang jabatan pemerintahan seperti
aktivis parpol, anggota parlemen, dan menteri.
2.
Profesionalitas
adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah pencahariannya baik
didalm dan diluar politik, yang muncul akibat revolusi komunikasi. Mereka
terdiri dari jurnalis dan promoter.
3.
Aktivis
terdiri dari : Juru bicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi,
tidak memegang atau mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan
propesional dalam komunikasi. Perannya mirip jurnalis.
Pemua
pendapat ( opinion leader ), orang yang sering dimintai petunjuk dan
informasi politik dari dari media massa kepada masyarakat.
F.
Propaganda dalam Komunikasi Politik
Dalam dunia komunikasi,
pengertian dari propaganda adalah manajemen terhadap sikap-sikap kolektif
melalui manipulasi simbol-simbol signifikan. Propaganda merupakan sebuah upaya
untuk mengubah sudut pandang orang lain agar apa yang menjadi milik sendiri
dapat menimbulkan akibat terhadap pihak lawan. Propaganda dapat juga
didefinisikan sebagai suatu cara menghancurkan pihak lawan atau sebagai suatu
cara me-manage opini publik. Cara ini sangat dekat hubungannya dengan persuasi,
sehingga propaganda sering diidentikkan dengan persuasi massa.
Dasar alasan propaganda
terdapat pada teori kontrol sosial , yakni bahwa tatanan sosial dihasilkan oleh
orang – orang yang secara sinambung belajar dan memperkuat kesetiaan politik,
kepercayaan religious, pandangan sosial, kebiasaan, kaidah – kaidah dan suatu
cara hidup yang mendasar yang sama pada orang – orang tersebut.[9]
Awalnya kata propaganda
memiliki pengertian yang netral, tidak menyangkut baik atau buruk, yang berarti
menyebarkan atau penyebarluasan suatu informasi sehingga diketahui masyarakat
atau khalayak umum. Tetapi, selaras dengan perjalanan waktu, penggunaan yang
umum atas kata itu menjadikannya berkonotasi negatif. Pesan-pesan propaganda
dipandang sebagai kebohongan, manipulatif, dan sebagai indoktrinasi.
Jenis-jenis propaganda itu
sendiri adalah bersifat irasional dan akan bereaksi terhadap simbol-simbol yang
disampaikan kepada mereka melalui media massa. Dengan demikian,
propaganda seringkali efektif kepada masyarakat atau kelompok-kelompok
masyarakat yang kurang kritis. Berdasarkan anggapan tersebut, di atas kertas
dan jika melihat kondisi masyarakat Indonesia, tampaknya akan
menjadi kunci sukses berhasilnya kegiatan propaganda.
Kendati demikian hal itu
bukanlah jaminan, karena di lapangan banyak faktor yang juga turut membentuk
sikap dan perilaku masyarakat. Bisa jadi faktor tekanan ekonomi akan lebih
berperan daripada hal-hal lain yang bersifat irasional. Jenis propaganda yang
kedua adalah dalam suatu propaganda dimunculkan dua hal yang berlawanan. Ada hal yang baik, ada pula yang
tidak baik. Seperti misalnya pemerintah sebagai peran protagonist yang membela
rakyat kecil sedangkan antagonis misalnya masyarakat yang tergolong kaya.
Kunci sukses berhasilnya
propaganda sendiri dapat dilihat dari peran dan fungsi seorang komunikator yang
berpengalaman dan sudah menguasai bidangnya, sehingga kegiatan propaganda dapat
dijalankan dengan baik, juga peran serta media sebagai alat propaganda sehingga
akan mendapatkan opini publik dan dapat menarik dukungan rakyat.
G.
Propaganda Sebagai Pendekatan Persuasi
Politik Konseptualisasi
Menurut Dan Nimmo (1993), ada tiga
pendekatan kepada persuasi politik, yakni propaganda, periklanan dan retorika.
Semuanya serupa dalam beberapa hal yakni bertujuan (purposif), disengaja
(intensional) dan melibatkan pengaruh; terdiri atas hubungan timbal balik
antara orang-orang dan semuanya menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam
persepsi, kepercayaan, nilai dan pengharapan pribadi. Tentu saja ketiganya juga
memiliki kekhususan yang membedakan satu dengan lainnya.
Banyak ahli mendefinisikan
persuasi, salah satunya adalah Erwin P. Bettinghaus (1973). Menurut dia,
persuasi tidak lain adalah usaha yang disadari untuk mengubah sikap,
kepercayaan atau prilaku orang melalui transmisi pesan. Bisa saja, banyak
definisi yang dikemukakan, tapi diantara karakteristik umumnya persuasi selalu melibatkan
tujuan melalui pembicaraan. Sifatnya juga dialektis dan merupakan proses timbal
balik. Dalam hal ini dengan sengaja atau tidak menimbulkan perasaan responsif
pada orang lain.
Dari ketiga pendekatan persuasi
seperti disebut diatas, propaganda memiliki catatan konseptual dan histroris
yang menarik untuk diamati. Menurut Jacques Ellul (dalam Dan Nimmo, 1993),
propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi
yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan
suatu massa yang terdiri atas
individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis
dan digabungkan di dalam suatu organisasi.
Istilah propaganda ini dapat
ditelusuri hingga masa Paus Gregorius XV yang membentuk suatu komisi para
kardinal, Cengregatio de propaganda Fide, untuk menumbuhkan keimanan kristiani
diantara bangsa-bangsa lain. Namun pada perkembangannya propaganda meluas ke
wilayah politik, yakni diperuntukan untuk memperoleh pengaruh dan pada akhirnya
kekuasaan. Praktek propaganda misalnya pernah dilakukan Partai Nazi, Hitler.
Dengan manipulasi lambang, dan oratori yang penuh emosi Hitler membangkitkan
rasa identifikasi, komitmen dan kesetiaan khalayak. Kata-kata yang sangat
populer waktu itu “Ein Volk, ein Reich,ein Fuhrer” (satu bangsa, satu imperium,
satu pemimpin).
Ellul membuat tipologi
propaganda yang menarik. Menurutnya, ada tipe propaganda politik dan tipe
propaganda sosiologi. Yang pertama, beroperasi melalui imbauan-imbauan khas
berjangka pendek. Biasanya melibatkan usaha-usaha pemerintah, partai atau
golongan berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis atau taktis. Sementara
yang kedua, tipenya berangsur-angsur, merembes ke dalam lembaga-lembaga
ekonomi, sosial dan politik. Melalui propaganda orang disuntik dengan suatu
cara hidup atau ideologi. Hasilnya, suatu konsepsi umum tentang masyarakat yang
dengan setia dipatuhi oleh setiap orang kecuali beberapa orang yang dianggap
sebagai “penyimpang (deviants)”.
Berkaitan dengan konsepsi ini
dikenal adanya propaganda agitasi dan propaganda integrasi. Agitasi berusaha
agar orang-orang bersedia memberikan pengorbanan yang besar bagi tujuan yang
langsung, mengorbankan jiwa mereka dalam usaha mewujudkan cita-cita dalam
tahap-tahap yang merupakan suatu rangkaian. Sementara integrasi menggalang
kesesuaian di dalam mengejar tujuan-tujuan jangka panjang. Melalui propaganda
ini orang-orang mengabdikan diri kepada tujuan-tujuan yang mungkin tidak akan
terwujud dalam waktu bertahun-tahun.
H.
Propaganda Vertikal
Propaganda dalam realitasnya
mengambil bentuk vertikal dan horizontal. Bentuk yang pertama adalah
representasi propaganda satu-kepada-banyak (one-to-many). Sementara propaganda
horizontal bekerja lebih di antara keanggotaan kelompok ketimbang dari pemimpin
kepada kelompok. Artinya yang kedua lebih banyak menggunakan komunikasi
interpersonal dan komunikasi organisasi, ketimbang melalui komunikasi massa.
Kalau dulu komunikasi
satu-kepada-banyak mungkin diwakili oleh propagandis-propagandis lewat
pidato-pidato keliling di depan kumpulan partisan mereka, tapi sekarang hal ini
lebih sering dilakukan melalui media massa.
Ada beberapa hal pokok yang biasa dilakukan dalam propaganda. Dalam
bukunya Dan Nimmo (1993) mengulas ada 7 teknik propaganda penting yang
memanfaatkan kombinasi kata, tindakan dan logika untuk tujuan persuasif.
Pertama, name calling, memberi
label buruk kepada gagasan, orang, objek atau tujuan agar orang menolak sesuatu
tanpa menguji kenyataannya. Misalnya menuduh lawan pemilihan sebagai
“penjahat”.
Kedua, glittering generalities,
menggunakan “kata yang baik” untuk melukiskan sesuatu agar mendapat dukungan,
lagi-lagi tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu. Misal AS menyebut operasi
mereka ke Afghanistan beberapa waktu lalu sebagai “Operasi Keadilan Tak Terhingga”,
dengan misi “hukum tanpa batas” begitu juga saat merencanakan serangan ke Irak,
AS menyebutnya sebagai misi kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari teror
senjata pemusnah massal.
Ketiga, transfer, yakni
mengidentifikasi suatu maksud dengan lambang autoritas, misalnya “pilih kembali
Mega di Pemilu 2004”.
Keempat, testimonial,
memperoleh ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan atau
meremehkan suatu maksud. Kita mengenalnya dalam dukungan politik oleh surat kabar , tokoh terkenal dll.
Kelima, plain folks, imbauan
yang mengatakan bahwa pembicara berpihak kepada khalayaknya dalam usaha bersama
yang kolaboratif. Misalnya, “saya salah seorang dari anda, hanya rakyat biasa”.
Keenam, card stacking, memilih
dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat, logis dan tak logis dan
sebagainya untuk membangun suatu kasus. Misalnya kata-kata “pembunuhan terhadap
pemimpin kita, benar-benar menunjukan penghinaan terhadap partai kita !”.
Ketujuh, bandwagon, usaha untuk meyakinkan khalayak akan kepopuleran dan
kebenaran tujuan sehingga setiap orang akan “turut naik”.
Prinsip satu-kepada-banyak yang
menjadi pegangan propaganda, semakin menemukan momentumnya seiring dengan
berkembangnya media massa. Orde Baru misalnya,
secara terus menerus memanfaatkan TVRI sebagai ideological state aparatus.
Dengan mengusung propaganda “pembangunan”, dalam waktu yang relatif lama mampu
bertahan melakukan korporasi terhadap hampir segenap lapisan masyarakat. Persuasi
model ini terus dilakukan sehingga rakyat mengidentifikasikan diri menjadi
bagian dari anggota Orde Baru.
I.
Saluran Propaganda
Politik
Kalau merujuk kepada pendapat
Blumler dan Gurevitch (1995), ada empat komponen yang perlu diperhatikan dalam
mengkaji sistem komunikasi politik. Pertama institusi politik dengan
aspek-aspek komunikasi politiknya. Kedua institusi media dengan aspek-aspek
komunikasi politiknya. Ketiga orientasi khalayak terhadap komunikasi politik.
Keempat aspek-aspek komunikasi yang relevan dengan budaya politik.
Pendapat hampir senada
dikemukakan Suryadi (1993), menurutnya sistem komunikasi politik terdiri dari
elit politik, media massa dan khalayak. Dari kedua pendapat tadi dapat kita temui posisi
penting media dalam propaganda politik. Setiap persuasi politik yang mencoba
memanipulasi psikologis khalayak sekarang ini, sangat mempertimbangkan peranan
media massa.
J.
Urgensi Media Massa Sebagai Saluran Propaganda
Untuk memperkuat argumen bahwa
media sangat urgen dalam proses propaganda politik, baiknya kita memahami dulu
karakteristik media massa. Mediamassa merupakan jenis media yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak
yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima
secara serentak dan sesaat.
Perkataan “dapat” menjadi
sangat rasional karena seperti dikatakan Alexis S.Tan (1981), komunikator dalam
media massa ini merupakan suatu organisasi
sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara simultan kepada
sejumlah besar masyarakat yang secara spasial terpisah.
Dengan daya jangkau yang
relatif luas, dan dalam waktu yang serentak, mampu memainkan peran dalam
propaganda. Relevan dengan pendapat Cassata dan Asante, seperti dikutip
Jalaluddin Rakhmat (1994), bila arus komunikasi massa ini hanya dikendalikan
oleh komunikator, situasi dapat menunjang persuasi yang efektif. Sebaliknya
bila khalayak dapat mengatur arus informasi, siatusi komunikasi akan mendorong
belajar yang efektif.
Dalam konteks era informasi
sekarang ini institusi media massa seperti Televisi dan surat kabar dipercaya memiliki kemampuan dalam menyelenggarakan
produksi, reproduksi dan distribusi pengetahuan secara signifikan. Serangkaian
simbol yang memberikan meaning tentang realitas “ada” dan pengalaman dalam
kehidupan bisa ditransformasikan media massa dalam lingkungan publik. Sehingga bisa diakses anggota masyarakat
secara luas.
Tentu saja dalam
perkembangnnya, banyak pihak yang terlibat dalam pemanfaatan media massa sebagai instrumen pemenuhan
kepentingannya. Sebut saja negara (state), pasar (market), kelompok kepentingan
(interest group), kelompok penekan (preasure group) dll.
Menurut Denis McQuail (1987),
terdapat ciri-ciri khusus media massa antara lain :
pertama memproduksi dan
mendistribusikan “pengetahuan” dalam wujud informasi, pandangan dan budaya.
Upaya tersebut merupakan respons terhadap kebutuhan sosial kolektif dan
permintaan individu. Dalam konteks propaganda, kerja produksi dan distribusi
ini akan efektif untuk wujud informasi, pandangan dan budaya sesuai dengan yang
diharapkan propagandis.
Kedua, menyediakan saluran
untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain dari pengirim ke penerima
dan dari khalayak kepada anggota khalayak lainnya. Dalam konteks propaganda
sangat urgen dalam proses pengidentifikasian diri khalayak sebagai anggota
kelompok, entah itu partisan partai, anggota ideologi tertentu atau dalam
nasionalisme sebuah negara.
Ketiga, media menyelenggarakan
sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik. Ini dalam konteks
propaganda merupakan suatu hal yang strategis, karena tujuan dari persuasinya
ini juga adalah manipulasi psikologi khalayak.
Keempat partisipasi anggota
khalayak dalam institusi pada hakekatnya bersifat sukarela, tanpa adanya
keharusan atau kewajiban sosial. Ini relevan dengan sifat persuasi yang bukan
berupa pembicaraan kekuasaan, bukan ancaman yang mengatakan “jika anda
melakukan (tidak melakukan ) X, maka saya akan melakukan Y. Menurut Dan Nimmo
mengutip Harold D. Lasswell (1993), pembicaraan kekuasaan lebih dekat kepada
kekerasan dan ancaman ketimbang kepada persuasi.
Persuasi juga bukan
pembicaraan kewenangan atau autoritas yang memerintahkan “lakukan X”. Namun,
persuasi merupakan pembicaraan pengaruh yang bercirikan kemungkinan (“jika anda
melakukan X, maka anda akan melakukan Y”), diidentifikasi melalui saling
memberi dan menerima diantara pihak-pihak yang terlibat, meskipun dalam
kenyataannya tidak sesederhana itu.
Kelima, institusi media
dikaitkan dengan industri pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja,
teknologi dan kebutuhan pembiayaan. Ini merupakan tuntutan yang seringkali
mengarahkan media massa untuk lebih menonjolkan aspek komersialnya.
Keenam meskipun media itu
sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan
kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media. Dalam konteks
propaganda, media massa menjadikan dirinya sebagai medium pesan politik sehingga
kenyataannya kekuasaan dan pengaruh secara terus menerus diproduksi dan
didistribusikan oleh media massa.
K.
Prinsip
Propaganda di Media Massa
Tentu saja untuk mengefektifkan
propaganda politik di media massa juga sangat perlu memperhatikan beberapa prinsip-prinsip umum yang
diturunkan dari riset mengeni pengaruh komunikator dalam keberhasilan usaha
persuasif (Dan Nimmo, 1993) :
Pertama status komunikator.
Artinya setiap peran membawa status atau prestise tersendiri. Secara umum,
semakin tinggi posisi atau status seseorang di tengah masyarakat, makan akan
semakin mampu dia melakukan persuasi. Dengan demikian pemilihan propagandis
terutama dalam media massa yang diorientasikan mencapai khalayak yang heterogen membutuhkan
mereka yang punya status kuat. Misalnya saat Orde Baru, Soeharto merupakan
propagandis konsep developmentalism, sementara era Orde Lama Soekarno menjadi
propagandis dari tujuan revolusi.
Kedua kredibilitas komunikator.
Sasaran propaganda mempersepsi para komunikator dengan beberapa cara. Sejauh
mereka mempersepsi bahwa propagandis itu memiliki keahlian, kompetisi,
keandalan, dapat dipercaya dan autoritas, mereka menganggap bahwa komunikator
itu kredibel. Memang pada perkembangnnya khalayak media, dalam menerima pesan
juga membedakan antara apa yang dikatakan dengan kredibiltas sumbernya.
Ketiga, daya tarik komunikator,
hal ini meningkatkan daya tarik persuasif. Hal ini terutama berlaku pada
homofili, yakni tingkat kesamaan usia, latarbelakang dll seperti dipersepsi
orang. Persuasi itu sebagian besar berhasil bila orang mempersepsi komunikator
seperti dirinya sendiri secara gamblang. Karena persuasi dalam hal ini
propaganda politik merupakan upaya penyebaran informasi dan pengaruh
satu-kepada-banyak maka instrumen teknologi yang dapat menyebarkan pesan kepada
angota kelompok merupakan hal yang tepat dilakukan. Goebbels, dalam memikirkan
strategi kampanye persuasifnya membedakan haltung yang mempengaruhi prilaku,
sikap dan perbuatan orang. Sementara stimmung merupakan morel mereka,
penerimaan dan retensi imbauan persuasif.
Berbagi pesan propagandis
berhubungan dengan keefektifannya dalam dua hal, yaitu :
a. Isi pesan, hal ini menyangkut model pilihan isi yang dikemukakan
dalam propaganda di media massa. Bisa jadi isi yang
mengancam orang (isi membangkitkan rasa takut) akan mempersuasi kalayak dalam
kondisi tertentu.
b. struktur pesan, bisa jadi karena ,media yang dipakai adalah media massa yang memiliki keterbatasan
waktu atau tempat menyebabkan penyusunan struktur pesan yang efektif dan
efesien. Namun terlepas dari segala keterbatasan waktu dan tempat, propaganda
di media massa bisa dilakukan secara terus-menerus
sehingga menjadi suatu terpaan (exposure). Misalnya, propaganda AS melawan
terorisme disampaikan lewat media-media yang berpengaruh secara internasional.
Misalnya CNN, CBC, VOA dll. Hal itu juga dilakukan dengan membuat agenda
setting di media-media seluruh dunia, mengukuhkan (reinforcement) kalau
terorisme itu memang penggeraknya adalah orang-orang timur tengah.
L.
Iklan
Politik
Pemilu legislatif dan pemilu
presiden tahun 2009 ini diawali dengan kampanye yang sangat menarik dari
masing-masing calon anggota legislatif (caleg) dan calon presiden (capres).
Kampanye pemilu merupakan proses menyampaikan pesan-pesan politik yang salah
satu fungsinya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Setiap partai
politik selalu berusaha menemukan cara-cara paling efektif untuk merekrut
sebanyak-banyaknya massa.
Salah satu cara merekrut massa tersebut yaitu melalui
pesan-pesan politik dari para kandidat. Pesan-pesan tersebut pun semakin
bervariasi baik bentuknya maupun media yang digunakannya. Media iklanlah yang
banyak dipilih para kandidat. Media iklan tersebut di antaranya media cetak,
media elektronik, dan media luar ruang.
Yang penulis tekankan
dalam makalah ini adalah media cetak dan media luar ruang, seperti billboard,
baliho, selebaran, spanduk, poster yang berukuran mini sampai yang berukuran
raksasa yang terpampang di pinggir jalan dan tempat-tempat umum.
Perubahan sistem pemilihan yang
ditetapkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi yang berbasis pada perolehan
suara telah membuat para caleg mengubah strategi. Sistem perolehan suara
terbanyak, mau tidak mau membawa atmosfer kompetisi yang semakin ketat. Tidak
hanya dengan partai lawan, tetapi juga dengan rekan separtai. Kekuatan figur
menjadi sangat penting.
Salah satu cara memperkenal-kan
figur tersebut melalui berbagai atribut kampanye yang dianggap simbol
representasi caleg. Meskipun tidak memberikan pengaruh signifikan, nyatanya
baliho dan spanduk masih tetap digunakan. Hal itu berguna untuk membangun
nuansa psikologis.
Tujuan iklan-iklan politik melalui
baliho dan spanduk itu, tentu untuk merebut hati dan simpati khalayak para
calon pemilih. Melalui iklan politik para politisi yang berlomba-lomba
menampil-kan citra positif dirinya. Salah satu cara yang digunakan para caleg
untuk mencitrakan dirinya adalah menggunakan kata-kata atau gambar yang unik,
contohnya data gambar beberapa caleg menunjukkan profil dengan kata-kata
berani, jujur, amanah, peduli, profesional, muda, Islami, pengalaman,
pengusaha, hingga lulusan dari mana pun disebutkan ,bahkan gelar akademis
menjadi aksesoris diri yang diharapkan mampu mendongkrak citra diri mereka yang
merepresentasi-kan kesuksesan pendidikan formal.
M.
Pembentukan
Citra Politik
Media massa yang bekerja untuk menyampaikan
informasi dapat membentuk, mempertahankan atau mendefenisikan citra. Realitas
yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau sering orang
mengatakannya sebagai realitas tangan kedua (second hand reality). TV maupun surat kabar memilih tokoh atau berita
tertentu dengan mengesampingkan tokoh dan berita lainnya. Seringkali khalayak
cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan pada apa yang
dilaporkan mediamassa. Akhirnya, kita membentuk citra tentang lingkungan sosial
kita berdarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa.
Lee Loevinger mengemukakan
teori komunikasi yang disebut ‘reflektive-projektive theory’. Teori ini
beranggapan bahwa media massa mencerminkan suatu citra yang ambigu-menimbulkan tafsiran yang
bermacam-macam-sehingga pada mediamassa setiap orang memproyeksikan
atau melihat citranya pada penyajian mediamassa (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1993). Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi karena
pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari
media massa.
Mengenai masalah ini Schudson
(1996) menyebutkan, news (berita) merupakan bagian dari latarbelakang melalui
apa masyarakat berpikir. Dia juga menegaskan Institusi berita sebagai aktor
sosial ekonomi yang memiliki pengaruh sangat besar. Media merupakan suatu
“sebab” terjadinya pendistribusian informasi dengan memilih konsumen yang
visible dan terukur.
Saat media memberi publik suatu
item berita, dengan sendirinya mereka memberikan legitimasi publik. Media massa membawa persoalan citra ini ke
dalam forum publik, dimana hal ini dapat didiskusikan oleh khalayak secara
umum. Citra yang dibangun tentu saja bukan sesuatu yang alami, melainkan hasil
penyeleksian media melalui political framing (politik pengemasan).
Propaganda politik melalui
media massa sebenarnya, merupakan upaya
mengemas isu, tujuan, pengaruh, dan kekuasaan politik dengan memanipulir
psikologi khalayak. Begitu urgennya media, sehingga Cater menyebutnya sebagai
institusi kekuatan keempat dalam suatu pemerintahan atau The Fourth Branch of
Government (dalam Sparrow, 1999).
Dalam pelaksanaannya,
propaganda di media massa juga tidak bisa mengenyampingkan beberapa hal yang dikenal dalam
rumusan Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese (dikutip Susilo, 2000) sebagai
model “hierarchy of influence”.
Kalau dideskripsikan,
sekurang-kurangnya ada lima hal yang mempengaruhi berita media termasuk di dalamnya isi
propaganda.
1. Pengaruh individu-individu pekerja media seperti karakteristik
pekerja media, latarbelakang personal dan profesional.
2. Pengaruh rutinitas media seperti tengat waktu (deadline),
keterbatasan tempat (space) dll.
3. Pengaruh organisasional;
4. Pengaruh dari luar organisasi media seperti dari partai politik
atau pemerintah yang melakukan propaganda.
5. Pengaruh ideologi yang merupakan sebuah pengaruh paling menyeluruh
dari semua pengaruh yang ada.
Di sini ideologi dimaknai
sebagai suatu kekuatan yang mampu melakukan kohesivitas kelompok. Dengan
pengaruh dari kelima faktor tadi, propaganda bisa efektif atau tidak sangat
tergantung pada kemampuan untuk memanfaatkan media massasecara efektif. Tentu saja dengan pemahaman terhadap
karakteristik media massa yang dipakai. Tidak semua media efektif menjadi medium propaganda
dalam suatu konteks tertentu.
N.
Saluran
Komunikasi organisasi
Jaringan komunikasi
dari organisasi menggabungkan sifat-sifat saluran massa dan saluran
interpersonal. Organisasi sosial terdiri atas sekumpulan orang yang memiliki
hubungan yang relative stabil diantara perseorangan dan sub kelompok.
Jenis-jenis organisasi sangat berbeda dalam politik baik formal maupun
informal. Yang termasuk informal seperti : keluarga seseorang, kelompok sebaya,
dan rekan kerja. Sedangkan kelompok yang lebih formal meliputi : partai
politik, dan berbagai organisasi kepentingan khususnya seperti, serikat buruh,
organisasi hak sipil, organisasi birokratik.
Birokrasi bila didefenisikan adalah organisasi yang :
a. Cukup
besar sehingga kurang dari setengah anggotanya yang saling mengenal secara
pribadi.
b. Terdiri
atas pekerja purna waktu (full time) yang terikat kepada dan bergantung pada
organisasi itu.
c. Mengandalkan
kriteria prestasi dalam menilai pekerja, bukan sifat asli (seperti jenis
kelamin atau ras) atau pilihan rakyat, untuk kedudukan autoritas.
d. Memilki
relative sedikit penilaian eksternal atas produknya yang dihasilkan secara
sinambung dan dengan alat-alat yang teliti.
Dalam
Komunikasi Organisasi terdapat dua tipe umum saluran komunikasi:
a)
Saluran lnternal
Proses komunikasi birokratik internal ini memiliki tiga aspek:
1.
Orang-orang harus memiliki informasi sebagai
dasar untuk membuat keputusan.
2.
Putusan dan dasar alasannya harus disebarkan
agar anggota-anggota organisasi itu melaksanakannya.
3.
Ada saluran-saluran untuk membicarakan
keorganisasian, percakapan sehari-hari yang biasa dalam menjalankan pekerjaan,
dan pembicaraan yang dilakukan oleh anggota- anggota dalam menjalankan
pekerjaan, dan pembicaraan yang dilakukan oleh anggota- anggota dalam
melaksanakan tugas setiap hari menciptakan keanggotaan yang bermakna dalam
tatanan sosial yang sedang berlangsung.
Dalam
organisasi yang rumit seperti birokrasi pemerintah terdapat dorongan untuk
memformalkan komunikasi. Dasar alasannya ialah bahwa pertukaran informal,
pribadi, dan main coba-coba tidak dapat menyajikan informasi yang diperlukan
untuk membuat keputusan, mengakibatkan penyimpangan dan kesalahan yang serius,
dan tidak memungkinkan pembebanan tanggung jawab bagi pembuatan keputusan.
Untuk menjamin bahwa pesan-pesan melewati saluran yang direncanakan dan diformalkan,
terdapat sarana untuk mengontrol aliran informasi. Sarana ini mencakup bentuk
yang distandarkan (lembar berganda. Memuat tanda tangan yang berwenang dan
dikirimkan melalui hierarki yang tepat), laporan periodic (harian, mingguan,
bulanan, kuartalan), rincian format isi memorandum (angkatan darat AS misalnya,
memberikan petunjuk yang dirinci tentang penyusunan paragraph, dsb) dan
saringan serta izin pesan sepanjang mata rantai komando untuk menjamin bahwa
tidak ada bawahan yang melangkahi atasan atau kebocoran, informasi melalui
saluran resmi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
·
Komunikasi
adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau
lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
·
Organization
berasal dari kata “ organism ” yang berarti menciptakan struktur dengan bagian
– bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa, sehigga hubunganya satu sama lain
terikat oleh hubungan terhadap keseluruhannya
·
Politik
adalah penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
organisasi atau pada perilaku anggota – anggotanya yang bersifat mementingkan
diri sendiri dan tidak mendapatkan sanksi dari organisasi.
·
Komunikasi
politik secara sederhana adalah komunikasi yang melibatkan pesan – pesan
politik dan aktor – aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan,
pemerintahan dan kebijakan pemerintah.
·
Propaganda
dapat juga didefinisikan sebagai suatu cara menghancurkan pihak lawan atau
sebagai suatu cara me-manage opini publik.
·
Iklan
adalah media yang digunakan untuk memberikan pelajaran – pelajaran kepada
masyarakat dengan menggunakan media seperti Baliho, banner, serta media digital
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hafied
Canggara, 2010, Pegantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Malayu
S.P Hasibuan, 2010, Organisasi dan Motivasi dasar Peningkatan Produktivitas,
Jakarta: Bumi Aksara.
Tantowi
Jauhari, 2014, Perilaku Organisasi, Bandar Lampung: Aura Publishing.
Asep Syamsul M. Romli, 2014, Komunikasi Politik.
Dan Nimmo, 2000, Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan dan
Media) Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Robby Milana, 2010, Komunikasi Politik, Jakarta: Mikom Universitas
Muhammadiyah.
Belli Nasution, 2012, Komunikasi Politik , Pekan Baru.
[1]
Prof. Dr. H.
Hafied Canggara,M.Sc, Pengantar Ilmu Komunikasi,(Jakarta: Pt. Raja
Grafindo Persada,2010),hlm.20.
[3] Drs. H. Malayu
S.P Hasibuan, Organisasi dan Motivasi dasar peningkatan produktivitas,(Jakarta:
Bumi Aksara,2010),hlm.22
[4]
Tantowi jauhari,Perilaku Organisasi,(Bandar Lampung: Aura
Publishing,2014),hlm.137.
[6]
Asep Syamsul M.
Romli,Komunikasi Politik,(2014),hlm.7.
[7]
Belli Nasution,
Komunikasi Politik ,( Pekan Baru,2012),hlm.5.
[9]
Dan Nimmo, Komunikasi
Politik (Komunikator, Pesan dan Media) ,(Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya,200),hlm125.
0 Response to "makalh komunikasi politik"
Post a Comment